Akses Dibatasi, Warga Serangan Resah

2 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali - Warga Serangan di kawasan Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan mengaku resah dengan adanya pembatasan akses mereka menuju laut Serangan untuk mencari ikan. Selain itu juga ada pembatasan saat hendak memasuki kawasan Bali Turtle Island Development (BTID) untuk menuju sejumlah Pura. 

Dengan kondisi ini, warga Serangan mesadu (mengadu) ke anggota Komisi X DPR RI Nyoman Parta, anggota Komisi IV DPR RI Nyoman Adi Wiryatama dan Anggota DPD RI Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik atau Ni Luh Djelantik yang datang langsung menemui warga di Pantai Melasti Serangan, Kamis (30/1). 

Dalam pertempuan itu juga hadir anggota Komisi III DPRD Kota Denpasar Putu Melati Purbaningrat Yo dan Lurah Serangan Ni Wayan Sukanami. Warga yang kebanyakan nelayan ini mengeluarkan unek-uneknya berkaitan dengan adanya pembatasan-pembatasan dari pihak BTID. Bukan hanya masalah larangan memasuki wilayah BTID, dalam pertemuan itu juga mencuat masalah pergantian nama Jalan Serangan menjadi Jalan Kura-kura Bali, dan warga Serangan yang diperiksa identitas jika hendak ke pura yang berada di wilayah BTID. Salah seorang nelayan Serangan, Nyoman Kemu Antara mengatakan dia tidak mau berbicara masa lalu. Namun yang dia inginkan agar dari para nelayan dan pihak BTID ada sinergi karena sama-sama membutuhkan. 

Selama ini nelayan yang memasuki wilayah BTID diharuskan menggunakan identitas khusus dan rompi. Padahal, para nelayan hanya mencari ikan di laut kawasan tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. "Namun secara umum, baik masyarakat umum dan masyarakat Bali belum bisa masuk ke kawasan itu. Seperti kami sebagai warga Serangan jika ingin mandi dan menangkap ikan sewaktu-waktu harus ada rompi dan identitas khusus. Harapan kami supaya tidak ada yang dikhususkan dan masyarakat bisa masuk ke kawasan tanpa adanya pembatasan dari BTID SEPERTI adanya pemasangan pelampung di laut," ujarnya. Menanggapi aspirasi para nelayan dan warga Serangan, anggota Komisi IV DPR RI Nyoman Adi Wiryatama mengatakan akan menampung aspirasi msayarakat. Pihaknya juga merasa prihatin dengan adanya larangan terhadap nelayan yang melaut dan memasuki wilayah BTID. 

"Kalau BTID terlalu curiga dengan mereka (nelayan), hal itu tidak beralasan karena mereka lahir dan mati di sini (Serangan) dan tidak mungkin merusak daerahnya sendiri. Karena itu, kami mencarikan solusi agar mereka tidak diperlakukan seperti itu yang seolah-olah diisolasi," kata Adi Wiryatama. Anggota Komisi X DPR RI Nyoman Parta menambahkan apapun yang nenghalangi nelayan melaut harus dicabut. Mengingat, sampai kapanpun laut merupakan ruang publik yang tidak bisa ditawar-tawar. "Setelah ini kami langsung bertemu dengan pihak BTID," ucap Parta.

Selain itu, Anggota DPD RI Ni Luh Djelantik menanggapi terkait dengan adanya warga Serangan yang masuk ke pura di kawasan BTID harus menyerahkan KTP. Padahal kawasan Pura memang dari dulu sudah ada dan masyarakat terbiasa untuk bersembahyang ke lokasi itu. Dengan kejadian itu dia dengan tegas menyatakan pura merupakan milik masyarakat Bali. Dia menekankan agar tidak ada kejadian-kejadian yang menghalangi warga khususnya untuk beribadah. "Tidak boleh ada kejadian-kejadian seperti sebelumnya, di mana masyarakat yang ingin bersembahyang harus menyerahkan KTP, apalagi untuk beribadah di tempat sendiri. Dan saya tegaskan tidak ada yang bisa mengelola pura. Yang bisa mengelola pura adalah masyarakat Bali itu sendiri," tegas Ni Luh Djelantik.

Seusai mendengar langsung aspirasi dari kelompok nelayan Serangan Nyoman Parta, Adi Wiryatama, dan Ni Luh Djelantik langsung melakukan pertemuan dengan perwakilan dari PT BTID di Aula UID Campus KEK Kura-Kura Bali yang juga dihadiri sejumlah perwakilan masyarakat Pulau Serangan. Hadir dalam pertemuan ini Presiden Komisaris PT BTID Tantowi Yahya, Head of Communications and Community Relations PT BTID Zakki Hakim, dan jajaran manajemen PT BTID lainnya.
 
“Ini pertemuan yang sangat berharga dengan para wakil rakyat. Kami hargai pertemuan ini sebagai ajang klarifikasi dari beberapa hal yang selama ini menjadi isu panas di masyarakat,” ujar Presiden Komisaris PT BTID Tantowi Yahya.  Mantan Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru ini mengatakan selama ini akses ke perairan KEK Kura Kura Bali telah diberikan kepada nelayan Serangan. Untuk memudahkan monitoring, pihak BTID memang memberikan rompi berwarna oranye sebagai pengenal. Tantowi menegaskan pihaknya selaku pengelola kawasan reklamasi menyadari bahwa tanah, pantai, air, yang berada di kawasan reklamasi adalah milik negara. “Yang ada itu sewa untuk kita kelola sebaik-baiknya. Itupun untuk kepentingan masyarakat yang seluas luasnya,” ujarnya. “Kami punya pola pikir bahwa tempat ini harus memberikan dampak semaksimal mungkin kepada masyarakat terdekat yaitu Desa Serangan yang profesinya sebagian besar adalah nelayan,” imbuh mantan presenter televisi ini.  Tantowi menyatakan, di masa depan KEK Kura Kura Bali, sama seperti KEK lainnya, akan terbuka luas bagi siapapun yang datang. Adapun adanya  pembatasan saat ini untuk alasan keamanan karena ada proyek pembangunan yang sedang berjalan.

Foto: Anggota DPR I Nyoman Parta (kanan), anggota DPD Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik (tengah) dan Presiden Komisaris PT BTID yang mengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali Tantowi Yahya (kiri) berbincang saat melakukan pertemuan di Serangan, Kamis (30/1). -ANTARA

 “Kita lagi bangun factory outlet nggak mungkin lah kalau masyarakat dibatasi kalau factory outletnya sudah dibuka. Ketika sekolah dibuka nggak mungkin juga (kita batasi). Kita juga akan mengadakan pertunjukan nggak mungkin akses ditutup. Cuma kalau sekarang ini keamanan lagi ada proyek dan kami menjaga kesucian dari tujuh pura yang ada di sini,” ujar Tantowi. 

Selain isu terkait akses masuk kawasan reklamasi, Tantowi juga menjawab sejumlah pertanyaan dari para wakil rakyat. Terkait nama jalan (hasil reklamasi) yang menghubungkan Pulau Serangan dengan Bali daratan, Tantowi menyebut selama ini jalan tersebut belum memiliki nama resmi. Sehingga untuk memudahkan para undangan KTT G20 dulu menuju KEK Kura Kura Bali jalan tersebut diberi nama Jalan Kura Kura Bali.  Tantowi memastikan, pengajuan nama Jalan Kura Kura Bali tersebut akan dicabut dan diupayakan untuk mengajukan nama jalan menjadi Jalan Pulau Serangan. “Akan kami bahas secepatnya dan kami berikan laporan,” ujar Tantowi. 

Tantowi juga menjawab terkait pemasangan pelampung di sekitar perairan laguna KEK Kura Kura Bali. Ia menyebut pemasangan tersebut bertujuan sebagai pengamanan wilayah yang direncanakan sebagai dermaga kapal mewah yact. “Kita punya pengalaman sebelumnya bahwa di laguna itu pernah ada penumpukan BBM liar karena tempatnya tersembunyi, petugas kami kan tidak bisa 24 jam di situ. Tapi karena ini dipermasalahkan dianggap sebagai penghalang kami akan bawa ke dalam rapat,” ucap Tantowi. 

Tantowi juga menjawab tuntutan warga Desa Adat Serangan dibuatkan akses jalan khusus sebagai lintasan warga menuju sejumlah Pura yang ada di tengah kawasan KEK Kura Kura Bali. Kesepakatan pembangunan akses tersebut tertuang dalam perjanjian antara pihak PT BTID dengan warga Desa Adat Serangan di masa awal proses reklamasi tahun 1998. “Itu ada sesuatu yang harus kita evaluasi. 

Kebanyakan dari isi perjanjian itu kan mengandung investasi. Kita pengusaha kan perlu ada tahap-tahap yang harus kita lakukan. Astungkara kita nggak bakal lari dari komitmen yang sudah kita buat,” tandas kakak presenter Helmy Yahya ini. 

Sementara itu, anggota DPR RI Nyoman Parta mengatakan pada prinsipnya pertemuan telah berjalan lancar dengan adanya niatan PT BTID untuk merespons aspirasi masyarakat Desa Adat Serangan. “Prinsipnya adalah menyangkut tentang nama jalan bahwa selanjutnya tidak akan lagi bernama Jalan Kura Kura Bali, akan dikembalikan menjadi Jalan Pulau Serangan, tentu mekanismenya pengajuan,” ujar politikus PDI Perjuangan. 

Terkait penamaan Pantai Kura Kura Bali, meski hanya persoalan penamaan di Google Maps, Parta menyebut secara nyata pantainya masih ada dan penamaan Pantai Serangan telah diatur dengan Perda Nomor 8 tahun 2021 tentang RTRWP Kota Denpasar. “Jadi harus dipatuhi karena karena di situ dicantumkan pantai itu bernama Pantai Serangan,” ujar Parta. Parta menegaskan, laut sebagai milik publik merupakan satu hal yang tidak boleh ditawar-tawar. Dia meminta pelampung yang dipasang bisa segera disingkirkan untuk memudahkan para nelayan Serangan melaut. 

“Mungkin pertimbangannya kemarin adalah persoalan peristiwa yang memiliki dampak keamanan, akan diomongin di manajemen. Tapi menurut saya dalam waktu dekat di pantai itu kita bebas, selanjutnya ada polisi laut (Polair) dan lain lain yang memiliki peran mengawasi laut,” tandas Parta. 7 mis, adi
Read Entire Article