ARTICLE AD BOX
Tiga pembicara utama hadir dalam seminar ini: pendiri AIMI sekaligus Ketua Umum 2007–2018 Mia Sutanto, pendiri pelanggarankode.org Irma Hidayana Ph.D, dan Sekjen AIMI Pusat Lianita Prawindarti. Mereka mengulas kondisi terkini serta merefleksikan berbagai capaian dan tantangan selama hampir dua dekade perjalanan AIMI.
ASI Eksklusif Menurun, Promosi Formula Meningkat
Air Susu Ibu (ASI) disebut sebagai makanan terbaik bagi bayi, terutama usia 0–6 bulan. Namun ironisnya, data Kementerian Kesehatan menunjukkan tren penurunan angka ASI eksklusif nasional, dari 64,5 persen (2018) menjadi 52,5 persen (2021). Walaupun Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat peningkatan hingga 68,6 persen, angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 80 persen.
"Perjalanan kebijakan pemberian makanan bayi dan anak memang menunjukkan kemajuan, tapi tantangannya makin kompleks. Promosi susu formula semakin gencar dan tidak etis," tegas Mia Sutanto.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mencatat penurunan proporsi bayi yang disusui dalam satu jam pertama kelahiran, dari 58,2 persen (2018) menjadi 48,6 persen (2021). Padahal, pemberian ASI dini sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi.
Eksploitasi Pasar Ibu Menyusui
Irma Hidayana, pendiri pelanggarankode.org, menyoroti eksploitasi pasar ibu menyusui oleh produsen susu formula. "Mereka menggunakan influencer, momfluencer, bahkan bermitra dengan asosiasi tenaga kesehatan untuk memasarkan produk secara terselubung. Ini bentuk pelanggaran Kode Internasional yang sangat merugikan ibu dan bayi," tegas Irma.
Irma pun prihatin dengan promosi yang berdampak buruk tersebut. “Ibu menyusui perlu mendapat perlindungan dari penjualan susu formula yang ugal-ugalan,” ujarnya. Pelanggarankode.org, menurut Irma, berperan penting dalam memantau dan melaporkan berbagai pelanggaran tersebut.
Kemajuan Kebijakan Masih Perlu Implementasi Kuat
AIMI menilai pemerintah telah menunjukkan kemajuan melalui kebijakan seperti PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang ASI Eksklusif, dan PP Nomor 28 Tahun 2024 terkait pembatasan pemasaran produk pengganti ASI. Teranyar, UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) menegaskan hak ibu dan anak untuk menyusui, serta pengakuan terhadap ruang laktasi sebagai fasilitas wajib di tempat umum dan kerja.
Namun, Sekjen AIMI Lianita Prawindarti mengingatkan bahwa implementasi kebijakan masih jadi tantangan besar. “Tren promosi susu formula yang makin agresif justru menyulitkan kami untuk mempromosikan ASI. Pemerintah harus bertindak lebih tegas,” ujarnya.
Rekomendasi AIMI: Dari Cuti Ayah hingga Ruang Laktasi
Refleksi 18 tahun perjalanan AIMI menghasilkan beberapa rekomendasi strategis, seperti:
- • Penguatan implementasi kebijakan ASI di tempat kerja dan fasilitas umum.
- • Evaluasi terhadap cuti melahirkan dan cuti ayah. AIMI menilai cuti 6 bulan untuk ibu dalam UU KIA masih terbatas karena hanya berlaku bagi kondisi khusus.
- • Penyediaan ruang laktasi di semua tempat kerja dan ruang publik.
- • Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan terkait manajemen laktasi.
- • Kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran pentingnya ASI, serta sosialisasi pelanggaran Kode Internasional produk pengganti ASI.
Ketua Umum AIMI, Nia Umar, menegaskan pentingnya sinergi semua pihak dalam mendukung ibu menyusui. “Keberhasilan menyusui adalah upaya kolektif. Keluarga, nakes, swasta, dan pemerintah harus bersatu demi menciptakan Indonesia yang lebih ramah bagi ibu menyusui,” ujarnya.
AIMI merupakan organisasi nirlaba berbasis komunitas ibu menyusui yang berdiri pada 21 April 2007. Saat ini AIMI memiliki perwakilan di 19 provinsi dan 13 kabupaten/kota, dengan sekretariat pusat di Jakarta. AIMI dikenal luas melalui kegiatan edukasi daring seperti SELAMI (Sesi Online AIMI) serta kampanye kesadaran publik mengenai pentingnya ASI eksklusif.