WNA Spanyol Lapor Dugaan Penganiayaan oleh Advokat di Ungasan

1 day ago 3
ARTICLE AD BOX
Peristiwa ini dilaporkan terjadi pada Selasa (26/3/2025)  sekitar pukul 21.30 WITA di sebuah vila milik korban di kawasan Ungasan, Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Kuasa hukum Agustin, Putu Bagus Budi Arsawan, SH, M.Kn, menyebut bahwa kliennya mengalami kekerasan fisik dan verbal yang diduga dilakukan oleh terlapor.

"Korban mendapat makian kasar, didorong, dipukul di bagian dada, dicekik, bahkan diancam akan dihabisi serta dideportasi. Hal itu membuat klien kami sangat tertekan dan trauma," ujar Budi Arsawan, Senin (21/4/2025).

Menurut informasi yang dihimpun, kejadian bermula ketika Agustin mendapat telepon dari rekannya yang memberi tahu bahwa KMC berada di vila miliknya. Ketika tiba di lokasi, Agustin mengaku langsung diserang dengan kata-kata kasar, lalu tindakan fisik menyusul.

Konflik ini diduga terkait perselisihan akses terhadap kantor tempat Agustin dan KMC sebelumnya bekerja. Kantor tersebut, menurut kuasa hukum korban, merupakan milik seorang WNA Spanyol bernama Cristian, yang kini berada di luar negeri.

Agustin, yang mengaku menjabat sebagai Direktur di kantor itu, mengatakan hanya menjalankan instruksi pemilik untuk mengambil laptop penting. Sementara KMC disebut hanya memiliki posisi sebagai konsultan hukum tanpa kepemilikan atas properti tersebut.

"Kejadian ini dipicu dari tindakan klien kami membuka gembok kantor yang selama ini disegel oleh terlapor," imbuh Budi Arsawan.

Agustin Toloza secara resmi melaporkan dugaan penganiayaan tersebut ke Polsek Kuta Selatan pada 27 Maret 2025. Laporan tersebut terdaftar dalam STPL Nomor: LP/B/55/III/2025/SPKT/POLSEK KUTA SELATAN/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI. Korban juga telah menjalani visum untuk memperkuat bukti.

Jika terbukti, KMC bisa dijerat dengan Pasal 335 jo Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan penganiayaan, dengan ancaman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan.

Kuasa hukum korban menambahkan, pihaknya berencana mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) maupun Kementerian Hukum dan HAM, mengingat status kliennya sebagai WNA yang merasa rentan terhadap kemungkinan kriminalisasi.

“Kami berharap proses hukum berjalan objektif dan tidak ada intimidasi lanjutan terhadap klien kami,” tegas Budi Arsawan.

Read Entire Article