Seminar Nasional RKUHAP di Universitas Ngurah Rai Bahas Reformasi Hukum Acara Pidana

5 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain: Prof. Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana), Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III, S.E (M.Tru), M.Si. (Anggota Komite I DPD-RI), Gede Pasek Suardika, S.H., M.H. (Advokat), dan Dr. I Wayan Putu Sucana Aryana, S.E., S.H., M.H., CMC. (Dekan Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas Ngurah Rai)

Seminar ini dimoderatori oleh Kaprodi Magister Hukum Pascasarjana UNR, Dr. Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi, S.H., M.H. Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan aparat penegak hukum, akademisi, serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bali.

Rektor UNR, Prof. Dr. Ni Putu Tirka Widanti, MM., M.Hum., dalam sambutannya menekankan pentingnya seminar ini sebagai ajang diskusi akademik yang mendalam mengenai reformasi hukum acara pidana di Indonesia. Menurutnya, revisi KUHAP menjadi keharusan agar lebih selaras dengan perkembangan zaman dan prinsip hak asasi manusia.

"RKUHAP hadir sebagai jawaban atas tantangan hukum yang ada, dengan mengedepankan transparansi, akuntabilitas, serta keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses hukum," ujar Prof. Tirka.

KUHAP Baru dan Sistem Peradilan Pidana

Gede Pasek Suardika dalam pemaparannya membahas "KUHAP Baru, Memperkokoh Integrated Criminal Justice System". Ia menekankan pentingnya pembahasan publik sebelum KUHAP disahkan, mengingat implikasinya terhadap seluruh warga negara.
"Seminar ini penting agar masyarakat memahami bagaimana mereka akan diperlakukan dalam sistem hukum. Saya harap kampus lain juga menyelenggarakan diskusi serupa," ujar Pasek Suardika.

Sementara itu, Dr. Sucana Aryana menyoroti sistem peradilan pidana dalam RKUHAP, termasuk kewenangan jaksa dalam mempertanyakan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan oleh kepolisian. Ia mengkritisi pasal dalam RKUHAP yang dinilai dapat menghambat koordinasi antarpenegak hukum.


Anggota DPD RI, Arya Wedakarna, menyebut ada enam permasalahan utama dalam revisi KUHAP, termasuk lemahnya perlindungan terhadap korban tindak pidana, ketidakpastian hukum dalam prapenuntutan, serta kekhawatiran terkait akuntabilitas dan mekanisme pembuktian dalam proses hukum.

Prof. Gde Made Swardhana juga mengingatkan adanya pro dan kontra dalam revisi KUHAP. Komisi III DPR RI dan Mahkamah Agung mendukung revisi ini untuk memperbaiki sistem hukum pidana yang lebih modern dan transparan. Namun, organisasi masyarakat sipil dan aktivis HAM mengkhawatirkan potensi kriminalisasi kelompok rentan serta intervensi eksekutif dalam proses peradilan.

"Revisi KUHAP harus menjamin bahwa hukum tidak hanya ditegakkan secara ketat, tetapi juga dijalankan secara adil dan manusiawi. Oleh karena itu, pembahasan revisi ini harus dilakukan secara cermat, mendengarkan berbagai aspirasi, serta berbasis pada kajian ilmiah yang mendalam agar hasilnya dapat memberi manfaat bagi seluruh elemen masyarakat," pungkas Prof. Swardhana.

Seminar ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi akademik yang konstruktif bagi pembuat kebijakan.

“Melalui seminar nasional ini, kita dapat memperkaya perspektif dan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terkait dampak serta implikasi RKUHAP dalam sistem hukum nasional. Semoga hasil diskusi ini dapat mendorong implementasi sistem hukum yang lebih inklusif dan berorientasi pada keadilan yang sesungguhnya,” tutup Prof. Tirka yang juga Guru Besar Bidang Kepakaran Administrasi Publik ini. 


Read Entire Article