Mengenang I Made Sariyana: Pendidik, Pejuang, dan Pelindung Demokrasi

6 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Sosok Sariyana dikenal sebagai figur yang berani dan peduli terhadap perjuangan demokrasi di masa Orde Baru. Di tengah kekuasaan yang otoriter dan membatasi kebebasan berpendapat, rumahnya di Jl. Nangka, Denpasar, menjadi markas bagi organisasi dan LSM yang kritis terhadap pemerintah saat itu. Rumah tersebut menjadi tempat berkumpulnya para aktivis untuk merencanakan berbagai aksi dan advokasi.

Hingga detik-detik terakhir kehidupannya, Sariyana masih setia merawat bonsai kesayangannya di rumahnya yang asri. Anak dan cucunya, yang tersebar di Bali, Jakarta, bahkan Belanda, tetap menjalin hubungan erat dengannya. Kepergiannya pun disambut dengan duka mendalam dari berbagai kalangan, termasuk mantan pejabat tinggi negara dan aktivis Orde Baru.

Rumah Duka Tak Pernah Sepi

Sejak kepergiannya, rumah duka di Jl. Nangka tak pernah sepi dari kunjungan para pelayat. Karangan bunga berdatangan dari berbagai tokoh nasional dan daerah, seperti mantan Wakil Presiden Jenderal TNI Purn. Try Sutrisno, mantan KASAD dan Menhankam Jenderal TNI Purn. Ryamizard Ryacudu, Marsekal Madya TNI Purn. Danang Hadi Wibowo, serta sejumlah ormas seperti KORdEM Bali, Pemuda Hindu Provinsi Bali, dan WHDI Kota Bekasi.

I Gede Putu Suta Legawa, putra almarhum dan Ketua Umum Pemuda Hindu periode kedua, menjelaskan bahwa acara puncak palebon (upacara ngaben) akan dilaksanakan pada Kamis, 13 Februari 2025 di Setra Badung, Denpasar, pukul 08.00 WITA.

Sosok Pendukung Perjuangan Demokrasi

Wayan Sudirta, pendiri dan Ketua Ormas Pemuda Hindu Pusat pertama, yang kini menjabat sebagai Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, mengenang Sariyana sebagai sosok yang sederhana namun disiplin. “Rumah almarhum menjadi sekretariat bagi berbagai ormas, seperti Pemuda Hindu, KORdEM, LBH Satya Yustisia, dan Bali Corruption Watch. Istrinya, Bu Made Sariyana, selalu menyambut kami dengan ramah, menyuguhkan kopi hangat dan pisang goreng,” ujar Sudirta.

Sudirta juga menceritakan betapa Sariyana menjadi penasihat bagi berbagai tim advokasi, termasuk tim advokasi warga Kerandan-Karangasem, pengungsi Timor Timur, dan penolakan Cagar Budaya Pura Besakih. “Kami kehilangan sosok sesepuh yang memiliki nyali besar dalam membela sikap kritis berdasarkan logika dan akal sehat,” tambahnya.

Selain dikenal sebagai aktivis, Sariyana juga dikenal sebagai pendidik yang disiplin. Made Wiradana, pelukis dari Sanggar Dewata Indonesia, mengenang bagaimana Sariyana mendidik anak-anak di Gang Jepun, Denpasar. “Almarhum sering bercerita tentang Mahabharata dan mengajar anak-anak di tangga rumah. Hasilnya, banyak dari kami menjadi juara kelas,” ujar Wiradana.

Sariyana juga dikenal sebagai sosok yang tegas. Putranya, Gede Putu Suta Legawa, menceritakan bagaimana ayahnya menolak pemberian sepeda motor dari saudaranya. “Almarhum ingin kami mandiri dan tidak manja. Itu adalah bagian dari pendidikannya,” kata Suta Legawa.

Made Sariyana meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi generasi penerus. Rumahnya di Jl. Nangka tidak hanya menjadi saksi bisu perjuangan demokrasi, tetapi juga tempat berkumpulnya para aktivis yang kini telah menjadi tokoh-tokoh penting di berbagai bidang. Nama-nama seperti Prof. IGN Sudiana, Nyoman Budi Adnyana, dan Putu Wirata Dwikora, adalah sebagian dari mereka yang pernah berkegiatan di rumah tersebut.

Para aktivis yang pernah bekerja sama dengan Sariyana berharap agar nama dan kontribusinya didokumentasikan dalam buku sejarah perjuangan Pemuda Hindu dan jaringan advokasi yang dibentuknya. “Almarhum dan keluarganya telah memberikan kontribusi besar. Nama mereka harus dicatat secara objektif,” ujar Wayan Sudirta.

Dengan kepergian I Made Sariyana, Bali kehilangan salah satu tokoh yang tidak hanya sederhana dalam hidupnya, tetapi juga besar dalam perjuangan dan pengabdiannya. Selamat jalan Sang Pejuang! *nat

Read Entire Article