ARTICLE AD BOX
Dunia perfilman juga bukan hal baru bagi pria kelahiran Kelurahan Banyuasri, Singaraja ini. Sebab, Puja telah berkecimpung sebagai videografer dan fotografer profesional. Lantas, ditambah lagi dengan pengalamannya mengemas video-video singkat yang jenaka dan sarat pesan moral sebagai konten kreator.
“Ketika muncul di media sosial, saya sudah belajar film dari teman-teman ISI Denpasar dan pelaku film lainnya untuk bisa saling mengisi,” tutur Puja saat ditemui usai menjadi pembicara lokakarya Bulan Bahasa Bali VII di Taman Budaya Bali, Denpasar, Senin (3/2/2025).
Keseriusannya merambah perfilman layar lebar mulai menggebu ketika melihat sedikit sineas tanah air yang mampu memvisualisasikan Bali dengan ‘benar.’ Kata Puja, film tentang Bali yang digarap sineas luar bukannya jelek tapi penggambaran Pulau Dewata tidak dilakukan dengan tepat.
Benar dan tepat sesuai dengan apa yang memang berlaku di Bali, bukan sekadar mengedepankan estetika tapi mengabaikan faktualitas. “Ada film, ceritanya sedang di depan mulut tungku yang kotor, tapi pakai kamben songket dan pucuk kuning sambil meniup semprong, cocok begitu?” jelas Puja.
“Teman-teman di Jakarta, bikin film tentang Bali. Bukannya tidak bagus, tapi mereka tidak paham budaya kita. Yang tahu persis tentang adat kebudayaan di Bali ya kita, mengapa tidak kita yang bikin film. Apalagi kalau pakai Bahasa Bali juga,” imbuh konten kreator dengan ratusan ribu pengikut/pelanggan ini.
Melalui rumah produksi yang didirikannya, HaiBanana, Puja telah menghasilkan sejumlah film-film berbahasa Bali dengan latar belakang isu yang relevan dengan masyarakat Bali. Film-film ini banyak mengeksplorasi budaya setempat sebagai premis, sekaligus diskursus di dalam film.
Film-film karya Puja termasuk yang bertajuk Dua Sisi (2021) dan TATU (2022). Di tahun 2025 ini, 14 proyek film sedang menunggu digarap oleh Puja. Film-film ini masih mengeksplorasi isu sosial kebudayaan Pulau Dewata, seperti isu warisan, perkawinan beda kasta, sampai perjaka yang mencintai seorang janda.
“Sekarang ada 14 judul film yang saya garap. Ada judulnya Isin Gumi, Kawin Kasta, banyak sekali. Kemudian Up to You tentang isu warisan di Bali, ada Anggar Kasih tentang pemuda yang mencintai janda yang masih dianggap tidak elok (tabu) di Bali,” buka Puja.
Dan, dalam waktu dekat Puja mengaku akan segera meluncurkan film bergenre biopik. “Sekarang saya sedang menggarap filmnya Ajik (Krisna), filmnya menceritakan masa kecil beliau dan akan ditayangkan di bioskop,” sambungnya.
Kehadiran Puja ke perfilman ini membawa semangat meluruskan visualisasi Bali yang kerap digambarkan secara tidak akurat oleh sineas luar. Di samping itu, film juga menjadi media bagi Puja menjaga kebudayaan Bali, terutama di bidang kebahasaan. *rat
“Ketika muncul di media sosial, saya sudah belajar film dari teman-teman ISI Denpasar dan pelaku film lainnya untuk bisa saling mengisi,” tutur Puja saat ditemui usai menjadi pembicara lokakarya Bulan Bahasa Bali VII di Taman Budaya Bali, Denpasar, Senin (3/2/2025).
Keseriusannya merambah perfilman layar lebar mulai menggebu ketika melihat sedikit sineas tanah air yang mampu memvisualisasikan Bali dengan ‘benar.’ Kata Puja, film tentang Bali yang digarap sineas luar bukannya jelek tapi penggambaran Pulau Dewata tidak dilakukan dengan tepat.
Benar dan tepat sesuai dengan apa yang memang berlaku di Bali, bukan sekadar mengedepankan estetika tapi mengabaikan faktualitas. “Ada film, ceritanya sedang di depan mulut tungku yang kotor, tapi pakai kamben songket dan pucuk kuning sambil meniup semprong, cocok begitu?” jelas Puja.
“Teman-teman di Jakarta, bikin film tentang Bali. Bukannya tidak bagus, tapi mereka tidak paham budaya kita. Yang tahu persis tentang adat kebudayaan di Bali ya kita, mengapa tidak kita yang bikin film. Apalagi kalau pakai Bahasa Bali juga,” imbuh konten kreator dengan ratusan ribu pengikut/pelanggan ini.
Melalui rumah produksi yang didirikannya, HaiBanana, Puja telah menghasilkan sejumlah film-film berbahasa Bali dengan latar belakang isu yang relevan dengan masyarakat Bali. Film-film ini banyak mengeksplorasi budaya setempat sebagai premis, sekaligus diskursus di dalam film.
Film-film karya Puja termasuk yang bertajuk Dua Sisi (2021) dan TATU (2022). Di tahun 2025 ini, 14 proyek film sedang menunggu digarap oleh Puja. Film-film ini masih mengeksplorasi isu sosial kebudayaan Pulau Dewata, seperti isu warisan, perkawinan beda kasta, sampai perjaka yang mencintai seorang janda.
“Sekarang ada 14 judul film yang saya garap. Ada judulnya Isin Gumi, Kawin Kasta, banyak sekali. Kemudian Up to You tentang isu warisan di Bali, ada Anggar Kasih tentang pemuda yang mencintai janda yang masih dianggap tidak elok (tabu) di Bali,” buka Puja.
Dan, dalam waktu dekat Puja mengaku akan segera meluncurkan film bergenre biopik. “Sekarang saya sedang menggarap filmnya Ajik (Krisna), filmnya menceritakan masa kecil beliau dan akan ditayangkan di bioskop,” sambungnya.
Kehadiran Puja ke perfilman ini membawa semangat meluruskan visualisasi Bali yang kerap digambarkan secara tidak akurat oleh sineas luar. Di samping itu, film juga menjadi media bagi Puja menjaga kebudayaan Bali, terutama di bidang kebahasaan. *rat