ARTICLE AD BOX
Ketua Panitia Ogoh-Ogoh, I Gusti Ngurah Adi Surya Wiranatha (22), mengungkapkan bahwa proses pembuatan ogoh-ogoh di banjar berlokasi Jalan Ngurah Rai, Lingkungan Taman II, Karangasem, dimulai sejak 19 Desember 2024, setelah melalui berbagai pertimbangan dan keputusan panitia. Tahun ini, STT Eka Cita Dharma menganggarkan biaya sebesar Rp 7.857.000 untuk merealisasikan karya seni tersebut.
Tema “Tan Eling Ring Bhisama” diangkat dari ajaran bhisama dalam lontar Brahmanda Purana, khususnya Bhisama Hyang Agni Jaya yang berbunyi: “Wastu kita wong Bali, yan kita lali ring kahyangan, tan bakti kita ngedasa temuang sapisan, ring kahyangan ira Hyang Agni Jaya, moga-moga kita tan dadi jadma, wastu kita ping tiga kena saupa drawa.”
Dari bhisama ini, STT Eka Cita Dharma mencetuskan ide untuk menggambarkan Bhuta Kali Rangda Api. Sosok ini melambangkan peleburan atau pralina terhadap manusia yang dikutuk. Jiwa mereka dilebur dengan api yang menyelimuti tubuh Rangda, sehingga dalam kehidupan berikutnya mereka bereinkarnasi sebagai binatang atau tumbuhan di bumi.
"Karya ini sekaligus menjadi pengingat bagi generasi muda agar tidak melupakan leluhur yang telah melahirkan, mengadakan, dan memberi kehidupan kepada kita," ujar Ngurah Adi.
Visualisasi Ogoh-Ogoh
Dalam karya ogoh-ogoh ini, STT Eka Cita Dharma menampilkan sosok Rangda yang berpadu dengan api yang membakar seluruh tubuh manusia. Hingga saat ini, proses pengerjaan telah mencapai tahap setengah jadi.
Ngurah Adi menyampaikan harapan agar generasi muda tetap berpegang teguh pada aturan adat, awig-awig, dan dresta yang telah ada sejak dahulu. "Perkembangan seni ogoh-ogoh setiap tahun masih selaras dengan adat dan dresta, namun tidak dapat dipungkiri ada beberapa penyimpangan yang terjadi. Saya berharap generasi muda tidak menyimpang dari aturan yang telah diwariskan sejak lama," tambahnya.
Ia juga menyoroti fenomena penggunaan sound system yang marak di kalangan muda-mudi sebagai pengiring ogoh-ogoh. Menurutnya, hal ini kurang etis karena dapat mengurangi nilai seni dan makna spiritual ogoh-ogoh.
"Dalam dresta Hindu Bali, tidak diajarkan adanya iringan adat berupa sound system. Sebaiknya para muda-mudi lebih memperhatikan aturan di desa kala patra masing-masing," tegasnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya efek jera bagi pelaku pembakaran ogoh-ogoh secara tidak bertanggung jawab. "Harus ada sanksi tegas, termasuk denda sebesar nilai ogoh-ogoh yang dibakar," ujarnya.
Ogoh-Ogoh Ramah Lingkungan
Dalam satu dekade terakhir, penggunaan bahan ramah lingkungan dalam pembuatan ogoh-ogoh menjadi tren positif. Ngurah Adi menilai hal ini sebagai inovasi yang patut diapresiasi karena dapat mengurangi sampah dan memanfaatkan barang bekas.
"Pemanfaatan barang bekas sebagai bahan pembuatan ogoh-ogoh adalah langkah konkret dalam mengurangi sampah domestik di lingkungan banjar," jelasnya.
Meski tahun ini tidak ada lomba ogoh-ogoh tingkat Bali, antusiasme STT di Karangasem tetap tinggi. "Meskipun pemerintah belum memfasilitasi karya yang dibuat oleh muda-mudi, semangat persaudaraan dan berkarya di banjar tetap terjalin erat," kata Ngurah Adi.
Ia pun berharap Pemerintah Kabupaten Karangasem dapat kembali mengadakan lomba ogoh-ogoh sebagai wadah bagi generasi muda untuk menyalurkan kreativitas mereka. "Jika diadakan lomba seperti di Denpasar dan kabupaten lain, STT Eka Cita Dharma siap berpartisipasi. Kami berharap pemerintah memberikan ruang bagi anak muda untuk bersaing dalam berkarya," pungkasnya. *m03